Seseorang yang dipercaya mampu membayar hutangnya dengan cara tertentu maka ia boleh bersedekah walau masih memiliki hutang.

Sedangkan bagi seseorang yang tidak memiliki penghasilan atau sesuatu yang kelak dapat digunakan untuk melunasi hutang-hutangnya, maka lebih baik dan lebih utama jika ia melunasi hutangnya terlebih dahulu daripada bersedekah.  Sebab, melunasi hutang adalah wajib, sedangkan sedekah adalah sunah, maka seyogyanya ia tidak melakukan yang sunah dengan meninggalkan yang wajib.

Adapun bagi seseorang yang memiliki keyakinan kuat kepada Allah, bahwa Allah Maha memberikan rezeki dan akan melipatgandakan harta yang disedekahkan, ia boleh bersedekah walau masih punya hutang.  Hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat.  Sayyidina ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa pada suatu hari seorang pria datang menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan meminta beliau untuk memberikan sesuatu kepadanya.  Maka beliau shallallahu ‘alahi wa sallam berkata:

Saat ini aku tidak memiliki apa-apa.  Akan tetapi, belilah barang kebutuhanmu atas namaku, nanti akan kubayar ketika aku mendapatkan harta.

Mendengar ucapan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam tersebut, Sayyidina ‘Umar berkata:

Duhai Rasul, Allah tidak memaksakanmu untuk melakukan sesuatu ketika engkau tidak mampu.

Rasul kurang senang mendengar ucapan Sayyidina ‘Umar tersebut.  Maka pada saat itu juga seorang sahabat Anshar berkata kepada beliau:

Duhai Rasul, berdermalah dan jangan pernah merasa khawatir, Allah yang memiliki ‘Arsy tidak akan membuatmu kekurangan.

Rasul pun tersenyum dan wajahnya tampak bahagia mendengar ucapan sahabat Anshar itu.  Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam kemudian berkata,

Aku memang diperintahkan untuk berbuat seperti ini.
(HR Tirmidzi dalam kitabnya Asy-Syama`il)