Oleh: Habib Muhsin bin ‘Alwi Assagaf

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tahukah kalian, apa saja hak tetangga? Hak tetangga di antaranya adalah

  • jika dia meminta pertolonganmu, maka kau harus membantunya,
  • jika ia meminjam (berhutang) kepadamu, maka kau meminjaminya,
  • jika ia miskin, maka kau berderma kepadanya,
  • jika ia sakit, maka kau menjenguknya,
  • jika ia meninggal dunia, maka kau melayat jenazahnya,
  • jika ia memperoleh kebaikan, maka kau ucapkan selamat kepadanya,
  • jika ia memperoleh musibah, maka kau ikut berduka atasnya.
  • Janganlah kau mendirikan bangunan yang lebih tinggi dari rumahnya sehingga menghalangi udara memasuki rumahnya, kecuali atas seizinnya.
  • Jika kau membeli buah-buahan, maka berilah dia dan jika kau tidak memberinya, maka bawalah buah-buahan itu ke dalam rumahmu secara sembunyi-sembunyi dan jangan sampai anakmu membawanya ke luar rumah agar anak tetanggamu tidak marah.
  • Jangan kau ganggu dia dengan asap masakanmu, kecuali jika kau memberinya juga.

Tahukah kalian apa saja hak tetangga? Demi Dia yang jiwaku berada dalam genggamannya, tidak mungkin seseorang mampu memenuhi semua hak tetangga, kecuali dia yang dirahmati oleh Allâh Ta’âlâ .” (HR ‘Umar Bin Syu’aib)

Duhai saudaraku yang dirahmati Allâh, coba renungkan sabda Nabi di atas yang berbunyi, “dan jangan sampai anakmu membawa buah-buahan tersebut ke luar rumah agar anak tetanggamu tidak marah.” Mengapa, sebab bisa jadi ketika melihat si anak sedih dan menangis, hati orang tuanya akan terganggu. Dia akan sibuk memikirkan bagaimana caranya agar dapat membeli buah-buahan yang sama. Jika demikian dalam masalah buah-buahan, lalu bagaimana jika istri dan anak para tetangga yang hidup sederhana dan dalam kesempitan melihat perhiasan dan pakaian indah yang dikenakan oleh tetangga atau kerabat mereka? Bagaimana kiranya perasaan suami yang mengetahui kesedihan anak dan istrinya, padahal dia tahu tidak mungkin menghibur hati anaknya dengan ucapan, “Ketahuilah, sesungguhnya kefakiran itu lebih utama dan lebih baik daripada kekayaan.” Oleh karena itu, seseorang yang tidak mampu menyenangkan mereka (para tetangga yang berada dalam kesusahan), janganlah membuat mereka sedih dan marah. Hendaknya dia menyembunyikan perhiasan dan sejenisnya, bukan justru menampakkannya.

Jika tidak mampu berbuat baik kepada orang lain, maka berusahalah untuk tidak mengganggu mereka. Seorang suami yang ingin istrinya mengenakan perhiasan indah hendaknya memerintahkan istrinya untuk memakainya secara tersembunyi, sehingga hanya orang yang berada di dekatnya saja yang tahu. Berapa banyak rumah tangga yang hancur, kerusakan, kesedihan, kesusahan, duka, kehinaan, rasa takut, hutang, saling membenci, iri dengki, fitnah, bencana hanya karena permasalahan seperti ini. Berapa banyak kebaikan yang terlewatkan karenanya, seperti ilmu berbobot, perilaku mulia, amal yang berguna, keadaan yang diridhai, kebahaiaan, kehidupan yang menyenangkan, qanaah, sikap ridha pada ketentuan Allâh dan zuhud.

Diceritakan seorang bapak ingin menikahkan putrinya dengan seorang pria yang barusan datang dari berpergian. Pria ini menitipkan kepada calon mertuanya beberapa perhiasan untuk tunangannya. Ketika melihat perhiasan itu, sang mertua menyimpannya. Tetapi, keesokan harinya ia hancurkan perhiasan tersebut. Melihat perhiasannya hancur berkeping-keping, sang putri merasa sedih. Menyaksikan kesedihan putrinya sang ayah berkata, “Tindakanku hanya menyebabkan kesedihan hatimu saja, tetapi akan menyelamatkan hati orang lain. Besok akan berdatangan tamu wanita mengunjungimu. Jika mereka melihat perhiasan itu, maka hati mereka akan sedih, sebab mereka tidak memiliki perhiasan yang sama.”

Coba perhatikan jalan berpikir yang sangat bijaksana ini, jika engkau termasuk orang-orang yang mau mendengarkan.